Hancurkan Kelalaian

“Kata adalah cerminan hati. Duhai hati yang merana… Berkacalah pada kata. Agar sirna segala duka lara”.
Tak bisa kuingat kembali, dari buku apa kukutip paragraf di atas. Namun, ketika mencoba meminta fatwa pada hati sanubari hadirlah banyak pertentangan antara logika dan jiwa. Saat itu dilema hadir. Tak tahu harus memulai darimana. Tapi akan sebenarnya banyak kata yang akan dilontarkan.

Membuka dan membaca surat cinta Allah SWT nan mulia. Surat al-Kahfi ayat 28:
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami dan menuruti hawa nafsunya dan keadaannya itu melampaui batas”
Tercenung dan berfikir, seolah-olah secara langsung atau tidak langsung aku berada di barisan ini. Entahlah, itu yang mengikut atau justru yang sudah memiliki hati yang lalai itu. Takut, rasa itu yang kini menghujam di hati dan tertuju pada Sang Penguasa jiwa raga ini, Yang Maha Mengetahui dan Mengerti setiap hal yang tersirat di hati.

Kembali jiwa ini berkata:
“Kutemukan dirimu layaknya sinar yang mulai redup, padahal masih banyak energi yang mampu memperkuat sinaran itu. Pikirmu layaknya mutiara yang bisa kau andalkan, andai kau maau menyadari. Hatimu laksana kristal yang bisa menyinari setiap dinding hati, andai kau mau membawanya keluar dari keangkuhan yang masih kau simpan. Tidak tahu hatus menyebutmu apa, karena fitrah hati dan jiwa memang selalu dalam kebenaran, meski tak terungkap atau diucapkan. Saat inilah, kembali kuminta dirimu berfikir, akankah kelalaian ini terus kau ikuti, atau justru memang sudah terpatri dalam dirimu sifat lalai. Duhai diri… pikirkanlah… semua kelalaian akan membuatmu merana. Sebenarnya dirimu perlu peringatan, renungkanlah…. “

Akhirnya kupastikan bahwa saat ini “kelalaian” merupakan penyakit yang sedang menggerogotiku. Ketika kulihat banyak waktu yang berlalu begitu saja tanpa hasil yang baik dan maksimal. Semua rancangan yang telah kucatat tetap saja tak terpenuhi dengan baik. Banyak yang bolong. Kuhukum diriku menjalari pustaka kampus dan meminjam buku-buku yang terkait dengan penyakit ini.

Ya, ternyata memang benar adanya. Lalai adalah penyakit, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah “ghaflah”. Lalai bisa memusnahkan kebaikan dan pembunuh cita-cita dan semangat. Ia merupakan penyakit yang menggejala dan menyebar pada relung-relung jiwa dan rohani, apalagi yang berupa kalalaian terhadap zikir atau sebagian ibadah yang menjauhkan kita dari identitas seorang muslim. Lalai adalah kebinasaan tanpa melewati kematian dan kehancuran tanpa pelenyapan. Tabirnya tampak halus lalu sedikit demi sedikit menebal, hingga hati tertutup dan tidak ada lagi kebaikan padanya.

Ada lima pembagian kelalaian yang disebutkan dalam buku “Jangan Lalai” yang ditulis oleh Khalid bin Abdul Mu’ti Khalif, yaitu:
1. Lalai terhadap hal-hal yang mencelakakan (perkara yang membahayakan dan mendatangkan murka dari Allah SWT)
2. Lalai terhadap hal-hal yang menyelamatkan (perbuatan yang bisa menyelamatkan dari azab Allah )
3. Lalai terhadap kemampuan diri dan usia
4. Lalai terhadap permasalahan utama (tujuan hidup)
5. Lalai terhadap Islam dan realita kaum Muslimin. Ini terbagi pada dua bagian:
Pertama: Lalai terhadap keadaan real kaum muslimin dan pertentangan antara yang hak dan yang batil
Kedua: Lalai pada tugas dakwah Islam dan penyebarannya di muka bumi.

Pada beberapa halaman yang sudah kubaca, aku terpaku dengan kalimat: “Lalai adalah sifat buruk yang disebabkan oleh kebodohan, keasyikan, kejahilan yang diakhiri dengan su’ul khatimah (akhir hidup yang buruk) karena bisa melenyapkan tujuan seseorang dan mengkis amalan serta potensinya”.

Ketika menyadari diri ini memang berada di semua kelalaian itu. Satu kelalaian yang amat sering kita lakukan, yaitu lalai terhadap waktu. Kutatap kembali kata2 yang kutempel di dinding kamarku yang kutulis dalam bahasa Arab yang artinya: “Masa (waktu) itu merusak tubuh, memperbarui angan-angan, menDEKATkan KEMATIAN, menjauhkan cita-cita. Maka siapa yang dapat memanfaatkannya, maka ia akan beruntung; dan siapa yang tidak dapat memanfaatkannya, maka ia akan kelelahan”.

Betapa jauh rasanya diri ini dari kebaikan dan warisan Rasul SAW, yang selalu memanfaatkan setiap detik waktu dan hembusan nafasnya dengan kebaikan yang sempurna. Ketika Rasul, para sahabat dan tabi’indah disibukkan oleh kebaikan sehingga waktu mereka tak pernah berlalu begitu saja. Mereka tidak pernah asyik dengan dunia, namun selalu mengisi waktu dengan amal dan pendekatan pada Allah SWT. Sebagian mereka yang tidak pernah berhenti dalam membagi waktu kepada ibadah dan dakwah tanpa lupa memenuhi hati dan jiwa mereka dengan ilmu yang tinggi dan mulia. Kurang tidur, bahkan tidak tidur karena mengingat takutnya akan pertanggung jawaban atas waktu yang telah Allah berikan pada mereka.

Sedangkan diri ini, masih sering berlalu dengan waktu dalam keasyikan dan lupa, yang sebenarnya semua itu merupakan jebakan syetan yang laknat. Apalagi dengan banyaknya hal yang membuat kita lalai jika tak mampu mengontrolnya, dengan semua kemajuan teknologi dan dunia cyber. Na’uzubillah, tanpa terasa waktu memang berlalu hampa dan kelelahan saja. Rasul SAW bersabda: “Bermacam fitnah (cobaan dan godaan) datang ke hati bagaikan tikar yang dianyam selembar demi selembar. Setiap kali menerimanya, maka akan menempel noktah hitam dalam hatinya, dan setiap kali menolaknya, akan menempel noktah putih padanya, sehingga akhirnya hati dapat dikategorikan pada dua jenis, yang satu berwarna putih seperti batu karang yang licin, tidak akan pernah terpengaruh oleh fitnah selama langit dan bumi masih ada. Sedang yang lain berwarna hitam pekat bagaikan cangkir hitam yang terbalik, tidak mau menerima hal-hal yang baik dan tidak mau menolak yang mungkar. Hati jenis ini tak mau menerima kecuali apa yang diinginkan hawa nafsunya.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Ternyata masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam hidup. Memperbaiki semua yang mulai rusak dan mengokohkan lagi yang mulai rapuh. Semua kembali pada kita, semoga kata yang terpatri di palung hati dapat diungkapkan dalam rengekan kata yang berujung doa pada Sang Pemberi Petunjuk. Ya Hadi… tunjukilah jiwa-jiwa ini pada kebenaran yang berkekalan. Jangan biarkan ia lengah barang sedetik pun, karena kami tahu bahwa Engkau tak pernah meninggalkan kami dalam sekelip mata pun. Wahai Sang Penjaga Hati, mohon kuatkan hati-hati ini dalam mencapai ridha dan cinta kasih-Mu. Kerinduan atas belai kasih dan sinar suci-Mu nan mulia semakin menghujam ke palung hati. Rabb… mohon peliharalah hati-hati ini dari kelalaian. Tapi biarkan ia lelah karena-Mu bukan karena yang lain. Bukalah hati kami untuk selalu menerima dan bisa memilih kebenaran dan kebaikan. Mohon perkenankanlah doa ini, kumohon dengan sangat… Amin Allahumma amiin.

Pengobatan untuk kelalaian terhadap waktu bisa dilakukan dengan hal-hal berikut:

1. Sering mengingat kematian, karena Allah sekalipun tidak akan pernah menangguhkan kematian seseorang, begitu juga dengan ketidak tahuan kita dengan batas akhir hidup kita, bisa jadi esok, sebulan, setahun lagi datau bahkan bisa jadi hannya beberapa detik atau menit lagi. Maka sebaiknya kita berbekal dan bersiap-siap dengan semboyan “Siapa yang tidak disibukkan dengan kebaikan maka akan disibukkan dengan kebatilan, sedangkan kematian pasti akan menyapa.”

2. Menggunakan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. Tidak lali atau lengah.

3. Selalu berusaha membekali diri dengan hal-hal yang bermanfaat dan menjauhkan diri dari yang sia-sia dan membahayakan rohani dan jasmani. Seperti para sahabat dan tokoh Islam yang membagi waktunya pada ibadah, membaca, dakwah ataupun menulis.

4. Selalu berusaha untuk menciptakan ‘umur kedua’ yang akan menjadi tambahan modal kematian kita. Beri waktu untuk modal diri di akhirat kelak.

5. Mengoreksi pemahaman dan kebiasaan-kebiasaan keliru yang terkait dengan masalah memanfaatan waktu agar tidak masuk dalam jebakan syetan. Karena pada hakikatnya kita tidak punya waktu luang, karena banyak kewajiban dan kebaikan yang mesti kita lakukan dengan segera.

6. Selalu waspada,  jangan sampai melakukan hal-hal yang kurang bergunadan meninggalkan hal-hal yang sebenarnya penting dan sangat berguna dalam kehidupan kita. Jangan terkecoh dengan ajakan yang mambuat waktu terbuang sia-sia.

7. Memenej waktu dengan baik dan melaksanakannya dengan istiqamah (berkelanjutan) walau perlahan-lahan.

8. Don’t put off until tomorrow what you can do today. Terjemahnya bukan nunggu besok ya… tapi kerjakan sekarang juga, jangan Nanti apalagi besok (gubrakk…^_^). Tambah ngulur waktu… he he…

Firman Allah SWT dalam surat Al-mukminun, 23 : 115-116 yang artinya:

Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak dikembalikan pada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya, yang tiada ilah (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan yang Mempunyai ‘Arsy yang Mulia.”

Dan Allah SWT juga menjelaskan dalam Az-zariyat, 51 : 56 yang artinya:

“Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (mengabdi pada-Ku).”

Dari sini sudah bisa kita pastikan bahwa kita diciptakan bukan dibiarkan begitu saja tapi untuk mengabdi yang manfaatnya untuk kita juga kelak. Otomatis yang namanya pengabdian gak pernah ada yang namanya pengabdian buruk, tapi mesti yang baik-baik dan mulia kan? Mana ada budak mengabdi yang jelek pada Raja, itu akan dihukum Raja (kalau ketahuan). Nah, kalo kepada Allah, gak mungkin kita bisa nipu, Dia Yang Maha Mengetahui yang tersirat apalagi yang nyata, dalam dada apalagi yang diluar. Jadi tidak ada lagi bantahan, bahwa sebaiknya kita bekali diri dengan pengabdian terbaik dan memberantas kelalaian.


Di Kamar tengah, 35-1B
24 Juli 2008

Leave a comment